Pengantar Instalasi Le Corbusier MasterWorks pada Arch-Id 2023, 16-19 Maret 2023, ICE BSD, Tangerang.
Le Corbusier di Indonesia
Le Corbusier atau Charles-Edouard Jeanneret adalah arsitek yang produktif, tercatat aktif berkarya selama kurang lebih 50 tahun. Karya-karya arsitekturnya bisa ditemui di Eropa, Jepang, India, Amerika Utara dan Amerika Selatan. Sayangnya kita tidak bisa temui adanya jejak karya Le Corbusier di Indonesia. Namun, sirat pemikirannya ada pada diskursus dan diskusi dibangku-bangku kuliah keilmuan pendidikan arsitektur di Indonesia. Hal ini juga tidak lepas dari banyaknya karya tulis yang hasilkan oleh Le Corbusier yang menjadi sumber rujukan akademis.
Kehadiran Le Corbusier sebagai abstraksi di pendidikan arsitektur di Indonesia jelas tidak lain karena pendidikan arsitektur yang kita bangun merupakan adopsi dari kurikulum Delft University of Technology. Pendidikan arsitektur di Indonesia khususnya di Bandung mulai tahun 1920, saat itu sosok Le Corbusier belum sebesar sekarang. Seiring dengan berkembangnya paradigma berarsitektur di Barat, akhirnya membuat kita mengenal Le Corbusier, pemikiran dan karyanya di benua Eropa dan Amerika.
Sebagai individu yang punya karakter dan latar belakang yang menarik, terkadang sosok dan karya Le Corbusier seakan berjarak. Jarak ini sepertinya adalah rentang spektrum pemikiran Le Corbusier yang luas menjadikan setiap karya memiliki cerita dan nilai tersendiri. Ihwal spektrum pemikiran inilah yang justru menjadi titik masuk penting bagi siapa pun yang hendak belajar arsitektur. Pemikirannya yang luas memberikan landasan untuk mewacanakan dan mendalami lebarnya rentang spektrum arsitektur secara holistik. Terlepas dari baik-buruknya, relevan-tidaknya, paradigma arsitektur Le Corbusier yang menekankan pada ide-ide abstrak arsitektur menjadinya topik bahasan yang lintas batas dan lintas waktu.
Le Corbusier adalah seorang yang visioner dan berani. Oleh karena itu pula, dia kerap dianggap sebagai sosok yang kontroversial. Karya dan pemikiran Le Corbusier tersebar dari karya seni, furnitur, perkotaan, dan tentu arsitektur. Tercatat ada 18 buku yang ditulisnya dengan ragam topik dari senirupa, arsitektur, perkotaan, dan teknologi.
Siratan pemikiran yang tertuang dalam buku-bukunya, dapat dikatakan Le Corbusier adalah pemikir radikal. Ketertarikannya adalah tentang hal-hal mendasar dari suatu proses cipta arsitektur. Sebab itu, dia jarang berbicara tentang konteks, tempat dan kebudayaan. Kalaupun ada persinggungan, adalah tentang dialektika antara interaksi sosial dan ruang arsitektur. Baginya arsitektur adalah protagonis dalam konstruksi berkegiatan manusia sehari-hari; Manusia adalah obyek arsitektur.
Karya arsitektur dan tulisannya memperlihatkan bagaimana pemikiran Le Corbusier berpusar pada mengubah dan menggubah arsitektur, mengkomposisi ruang dan bentuk, merancang denah sebagai diagram ruang. Ia juga memperhatikan dampak teknologi dalam berarsitektur (perancangan dan konstruksi), serta arsitektur sebagai entitas yang berdampak sosial dan politis pada manusia.
Membaca Maket Le Corbusier
Maket berasal dari Bahasa Perancis ‘maquette’ yang berarti tiruan terukur. Lebih jelas dari apa yang dimaksud dari maket ini terbaca dari padanannya dalam bahasa Italia ‘plastico’ atau ‘modello’ yang artinya tiruan terukur dari sebuah karya patung yang belum selesai. ‘Modello’ setara dengan kata ‘Bozzetto’ yang artinya sketsa.
Maket sebagai media studi adalah sebuah terobosan. Karakternya yang memang mampu merepresentasikan bentuk dan ruang secara kohesif, membuatnya lebih intuitif daripada gambar yang walaupun lebih akurat namun tidak lentur. Dalam maket, komposisi ruang dan relasinya terhadap volume ruang dan bentuk terepresentasikan dengan baik. Berbeda dari gambar yang memang sifatnya lebih parsial.
Dari maket arsitektur ide sirkulasi terbaca, materialitas dapat dirasakan dan, estetika bentuk pun tampak. Membaca maket arsitektur adalah membaca diagram multi-dimensi. Maket tidak hanya menyampaikan informasi dari tiga sumbu kartesian tapi melampaui itu. Maket arsitektur mampu merepresentasikan dimensi-dimensi lain seperti pergerakan, terang-gelap, dan materialitas. Dalam perspektif tanda, maket dipahami sebagai sebuah metonim dan metora dari pada sebuah mimetik bentuk saja. Mengapresiasi maket arsitektur tak hanya sebagai obyek bentukan namun, representasi kompleksitas dan hubungan antar elemen didalamnya. Oleh karenanya, maket-maket Le-Corbusier ini dihadirkan, tidak hanya dilihat sebagai obyek bentuk (form/sculptural) semata, yang mana melekat di dalamnya makna dan bahasan yang luas. Maket arsitektur pada dasarnya selalu melampaui obyek dan materialnya dan bekerja diranah abstraksi dan diagramatis.
Dalam konteks pameran ini, terdapat enam (6) maket Le Corbusier yang dipamerkan dalam Arch-ID 2023 antara lain Le Modulor (1942-1955), Villa Shodhan (1956), Notre Dame du Haut (1950-1955), Villa Savoye (1931), Pavillion L’Esprit Nouveau (1925) dan, Maison Planeix (1924-1928). Keenam maket diharapkan sebagai bidang selam (diving pad) untuk menelusuri ide dan pemikiran dari Le Corbusier. Maket-maket ini diharapkan pula mampu memprovokasi untuk mendiskusikan pemikiran-pemikiran Le Corbusier lebih jauh dan jernih.
Tentang Instalasi Le Corbusier MasterWorks
Instalasi ini merupakan salah satu dari instalasi Wonders of Weaving "NEIGHBORS", kolaborasi Nenun Ruang dan Byoliving, dirancang oleh Seniman Ruang, serta didukung oleh Erreluce, Meika Interior, Fab Lab Bandung, PT. Join Indomakmur. Seniman Ruang mendesain instalasi ini dengan merekonstruksi esensi prinsip Le Corbusier yaitu merangkul geometri sebagai visi tunggal yang holistik, yang diungkapkan melalui pergerakan yang berurutan.
Terilhami enam maket yang akan dihadirkan, instalasi ini mewakili setiap maketnya pada area pamer ini; mulai dari 'Membedah Villa Savoye’, mengambil bentuk memberikan pengalaman pilotis dan fasad persegi panjang yang memanjang digubah menjadi ruang pameran melingkar yang dikelilingi oleh bentuk geometris.Kedua sisi bidang entrance yang melengkung miring menjulang ke langit mencerminkan gambar pahatan atap Ronchamp yang organik, dan dibuat menggunakan sistem panel tenun arsitektural oleh Byo Living. Dinding bagian dalam instalasi ruang melingkar diukir dengan pola "Modulor", menekankan penggunaan proporsi manusia oleh Le Corbusier di seluruh desainnya dan menyoroti keabadian karya-karyanya.
Instalasi mewujudkan nilai pendidikan arsitektur dan seni dengan menampilkan enam prototipe masterworks Le Corbusier karya RT+Q Architects dan Nenun Ruang. Prototipe ini disertai dengan serangkaian stempel 3D yang diproduksi oleh Fab Lab Bandung, menyoroti adaptasi grafis dari tata letak dan elemen bangunannya. Terinspirasi oleh desain Kostis Sotirakos yang ditemukan di Paviliun Le Corbusier, stempel dapat digabungkan dengan cara yang tak terhitung jumlahnya dalam menciptakan komposisi seni dan arsitektur dengan tujuan untuk mengeksplorasi potensi ekspresif dari mengintegrasikan komponen geometris.
Semoga lewat instalasi ini semua pemerhati, pengamat, dan pelajar arsitektur dihadapkan dengan isu-isu dan ide-ide yang mungkin tidak selalu pas, bersahabat atau pun sepaham namun bisa menjadi cermin untuk mendiskusikan masalah-masalah arsitektur yang kita hadapi disini dan jendela untuk melihat peluang dan kemungkinan kemajuan arsitektur di Indonesia. Sampai jumpa Arch-ID 2023!
Credits :
Wonders of Weaving "NEIGHBORS" . Collaborators Nenun Ruang and ByoLiving . Prototypes by RT+Q Architects . 3d Stamps by FabLabBandung
Installastion Designed by Seniman Ruang . Lighting Design by Erreluce . Contractor Meika Interior . Texture Paint by J Paint Indomakmur
Photos by Hendra Fong . Videos by Kudos