Karya ini berangkat dari pengamatan kritis dan pengalaman yang dilakukan oleh peserta ketika melakukan survey kondisi lokasi yang menjadi konteks workshop.
Karya ini berangkat dari pengamatan kritis dan pengalaman yang dilakukan oleh peserta ketika melakukan survey kondisi lokasi yang menjadi konteks workshop. Fenomena terjadinya street harrashment menjadi titik tolak proposisi mereka untuk melihat representasi titik dan garis pada ruang kota, lebih khusus pada koridor jalan Pemuda dan jalan Tunjungan Surabaya.
Mereka mencermati bahwa kondisi tersebut dapat terpicu karena pendefinisian sebuah titik oleh seseorang dan jarak antara 2 titik (pengamat dan yang diamati). Lebar jalur pejalan kaki dan rancangan street furniture yang ada memiliki peran yang krusial dalam membentuk kualitas interaksi manusia di koridor jalan. Namun bagaimanakah penyelesaian arsitektural dapat merespon kondisi ini di kala tidak memungkinkan untuk memperlebar jarak antara manusia pengamat dan yang diamati?
Peserta workshop kemudian mencoba mengkritisi pola lantai dari jalur pejalan kaki yang dapat dipandang bisa direkayasa dalam menciptakan persepsi jarak. Dengan berbekal teori tentang 'human cone of vision' dan juga 'forced perspective', mereka melakukan studi tentang pola yang dapat dimunculkan dan diusulkan menjadi pola pada jalur pejalan kaki di beberapa area yang berpotensi terjadi street harrashment. Ilusi visual ini dilontarkan untuk menguji bagaimanakah sebuah jarak selebar 6 meter menjadi seakan 90 meter. Dan pada akhirnya definisi tentang titik, garis, jarak, bisa sangat relatif dan tentunya akan membentuk reaksi yang juga berbeda pada manusia.