Kuliner nusantara menghadirkan tektonika pengemasan atau 'Bungkus' menjadi sebuah seni tersendiri dengan memperhatikan material pembungkus, teknik kemas dan substansi isi yang beragam dan kaya akan warisan budaya.
Dalam proses membungkus terdapat unsur sains, teknologi dan seni, kebutuhan dasarnya adalah untuk menjaga isi di dalamnya. Isi menjadi unsur terpenting yang mempengaruhi bentuk atau desain sebuah bungkus sekaligus materialnya. Material mempengaruhi teknik mengemasnya, sehingga muncul keahlian khusus untuk membuat bungkus. Material bungkus sangat bervariasi dari material alami seperti daun pisang, daun jati dan daun kelapa sampai material buatan seperti plastik, karton, styrofoam, dll.
Bungkus makanan merupakan sebuah bentuk/desain dasar yang mungkin pertama muncul ketika manusia merasakan adanya kebutuhan untuk mempertahankan makanan sekaligus memberikan aroma khas. Dari bentuk dan material sederhana seperti pincuk sampai yang rumit seperti ketupat dan ternyata varian yang terjadi dari material sederhana seperti daun pisang dan daun kelapa dapat mencapai tingkat estetis dan fungsi yang menarik. Indonesia sebagai negara agraris memiliki banyak sekali makanan-makanan tradisional yang melahirkan berbagai jenis bungkus. Pada workshop kali ini, peserta diajak untuk melakukan dokumentasi dan eksplorasi terhadap bungkus makanan tradisional dengan material alami dan sederhana. Fase ini menjadi sebuah titik awal untuk memahami lebih lanjut akan adanya tantangan kompleksitas sebuah desain. Sasarannya agar peserta memahami dan sadar dengan hal-hal sederhana dan sehari-hari yang sering terlewatkan seperti fenomena Bungkus pada makanan tradisional.
Pada tahap bootcamp, untuk mengeksplorasi tektonika dari bungkus perlu dilakukan metoda eksplorasi bentuk melalui fotografi, observasi langsung ataupun melalui video serta survei terhadap produk-produk makanan dengan bungkus bahan alami. Dengan maksud meningkatkan dan menyamakan kemampuan setiap peserta maka unit master memberikan materi tentang teknik dasar fotografi, teknik observasi atau pengamatan terhadap objek yang akan dipelajari melalui teknik pengambilan video, dan teknik survey dalam menentukan lokasi survei dan wawancara.
Untuk mengulik tektonika bungkus, maka unit master mengurai pembahasan yang lebih mendetail dibagi kedalam tiga unsur utama dari tektonika yaitu material, teknik dan isi. Ketiga unsur ini didefiniskan berdasarkan asosiasi dari bungkus. Jika berbicara tentang ‘material’ maka asosiasi pembentuknya adalah biaya, zat, estetika, daya tahan dan asal bahan. ‘Teknik’ dalam hal ini diasosiasikan dengan metode, waktu, estetika dan struktur. Jika melihat ‘Isi’ maka yang merefleksikan nya adalah fungsi, kuantitas, jenis dan lokasi.
Tujuan dari penguraian ini adalah untuk mempermudah peserta mengeksplorasi unsur-unsur tektonika dan kaitannya dengan bungkus. Peserta dibagi menjadi tiga kelompok sehingga bisa menefisienkan waktu studi. Dari jumlah peserta sebanyak delapan (8) orang dibagi menjadi tiga grup sesuai kategori ‘Materi’, ‘Teknik’, ‘Isi’. Setiap kelompok melakukan riset kecil terhadap ‘Bungkus’ namun dilihat dari perspektif unsur-unsur pembentuknya.
Setelah itu, peserta diminta untuk mengeksplorasi material, Teknik serta Isi berdasarkan hasil survey, pengamatan dan praktek membungkus diharapkan peserta memahami, mempelajari lebih dalam tentang segala kemungkinan, potensi dan juga kekurangan dari tiga unsur tersebut.
Unit Master mengundang seorang ahli pembuat kue tradisional ke dalam workshop untuk memperagakan cara membungkus beberapa jenis bungkusan kue tradisional menggunakan material daun. Pada peragaan ini peserta mengamati langsung, dengan merekam video (time lapse), bertanya bahkan ikut memperagakan cara membungkus.
Melalui eksplorasi didapat bahwa Daun Pisang Batu adalah material bungkus daun pisang yang paling baik dan menjadi pilihan bagi pembuat kue/makanan karena mengandung antiseptic untuk mengawetkan makanan, menjaga aroma, namun juga bisa mengandung racun apabila prosesnya tidak baik. Secara Isi bahwa bentuk bungkus ada mempengaruhi isi ada yang tidak mempengaruhi isi dan material pembungkus dapat menyebabkan perubahan kimia pada isi. Secara Teknik ditemukan bahwa setiap bentuk bungkus memiliki nilai filosofi yang berbeda-beda sesuai asalnya, seperti jeni bungkus Takir mengandung makna mengajak untuk bertaqwa dan berzikir.
Saat pelaksanaan setiap kelompok sudah menyajikan materi menggunakan ilustrasi media sketsa manual dan foto. Pada check point diundang alumni CC 2.0 dan seorang dosen arsitektur untuk memberikan ulasan, pendapat dan pertanyaan. Check point pertama ini bertujuan untuk mengukur workshop dari sisi kedalaman pembahasan materi studi dan memberikan pertanyaan kepada peserta sebagai titik tolak selanjutnya.
Eksplorasi arsitektural dimulai sejak hari pertama sampai dengan hari ketujuh peserta mengaku belum terlalu memahami maksud dari workshop. Hal ini terjadi dengan aktifitas stagnan yang dialami perserta dalam mengeksplorasi jenis daun pisang. Mengapa stagnan, karena untuk bisa mengeksplorasi daun pisang, peserta harus mengulang-ulang setiap hari dikarenakan jenis materal alami daun yang mengalami perubahan warna dan zat (layu). Hingga pada saat check point kedua yaitu pada hari kedelapan peserta masih belum dapat menampilkan atau menunjukkan hasil eksplorasi.
Pada hari kesembilan unit master mencoba memberikan pencerahan terhadap tujuan workshop. Bahwa sebenarnya peserta diminta untuk lebih leluasa menghasilkan sesuatu dari kajian kecil yang mereka lakukan. Pada fase ini unit master menganggap peserta belum dapat memahami sesuatu yang abstrak. Unit master berasumi bahwa kemampuan untuk menghasilkan sesuatu yang abstrak adalah kemampuan seni dari masing-masing peserta.
Adapun kesimpulan dan hasil evaluasi, sesuai dengan Tujuan awal agenda workshop adalah untuk mengeksplorasi Tektonika Bungkus maka tujuan telah terlaksana sesuai agenda. Brief dipersiapkan dengan maksud untuk menarik minat banyak mahasiswa untuk mendaftar sehingga bisa dilakukan penyaringan terhadap peserta. Namun pada kenyataannya, tidak banyak peserta yang mendaftar sehingga unit master menerima semua tanpa seleksi sehingga menyebabkan kemampuan yang dimiliki setiap peserta tidak sama. Unit master menilai bahwa brief kurang dapat dipahami dengan baik dan terlalu abstrak dari sisi Arsitektural. Secara agenda yang disusun adalah selama 9 hari plus evaluasi, pada kenyataannya melebihi dari 9-10 hari karena waktu check point kedua sangat sempit yaitu pada hari kedelapan. Sebagai evaluasi dan pengembangan untuk workshop berikutnya adalah pertama perlu mempertimbangkan pemilihan tema yang lebih konkrit agar tujuan studi terhadap metoda pedagogi dapat berjalan sesuai harapan. Hal ini juga berdampak terhadap penyusunan brief, agenda dan pendaftaran peminatan peserta.