Tambal atau perbaikkan sebagian merupakan hal yang paling berpotensi dilakukan oleh masyarakat TPA Sumompo Manado untuk memperbaiki 'rumah kumuh' mereka yang terabaikan.
Program dalam sebuah komputer akan berpengaruh terhadap kecepatan proses pengerjaan jika tidak disesesuaikan dengan spesifikasi komputer itu sendiri. Sekolah Dasar di kota besar dengan di daerah, seharusnya tidak menjadi alasan jika anak-anak yang bersekolah di daerah memiliki pengetahuan di bawah standar kebanyakan anak-anak yang bersekolah di kota besar. Perlu adanya penyesuaian metode agar anak-anak di daerah mendapatkan ilmu yang setara antara di kota besar dan di daerah. Begitu juga dengan dunia pendidikan arsitektur, jika mahasiswa arsitektur se-Indonesia mendapat materi pembahasan yang sama, contoh saja pembahasan tektonika, seharusnya setiap daerah memiliki cara tersendiri untuk mencapai pada pemahaman tektonika yang sama namun dengan metode yang berbeda.
Manado dilihat dari latar belakang kehidupan berarsitektur, memiliki kemampuan bertukang dalam kehidupan sehari-sehari seperti membuat pondok peristirahatan dengan material dan peralatan terbatas di tengah hutan/perkebunan. Daerah pesisir memiliki kemampuan membuat peralatan menangkap ikan. Tangan menjadi alat penting dalam menciptakan inovasi bentuk dari material seadanya, dengan metode konstruksi sederhana, untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari. Tidak ada dasar teori yang kuat ataupun perhitungan akademik yang dipertimbangkan. Hal serupa juga dapat ditemukan jika melihat rumah kumuh.
Rumah kumuh terbentuk diambang batas minimal hitungan konstruksi atau akademik dengan penggunaan material seadanya, namun di dalamnya terdapat prinsip struktur dan metode konstruksi yang makin kelamaan mengalami pengembangan karena terjadinya “TAMBAL”. Tambal adalah memperbaiki sesuatu (rumah dan sebagainya) yang tidak menyeluruh (hanya mengganti bagian yang rusak). Workshop Unit Manado akan berfokus pada tektonika di rumah kumuh sebagai bagian dari kearifan lokal seni pertukangan di permukiman kumuh TPA Sumompo Manado.
Hari pertama diawali dengan boothcamp yang berisi tentang penjelasan kegiatan dan output yang diharapkan. Kegiatan inti dari unit Manado adalah memperbaiki sebagian sisi dari rumah kumuh tanpa merubah prinsip dan konsep struktur yang ada, namun melakukan pengembangan agar rumah tersebut berdiri lebih kokoh atau kuat. Output yang diharapkan adalah gambar/coretan/sketsa dan maket eksisting, gambar/coretan/sketsa dan maket pengembangan, eksplorasi dengan material percobaan, eksplorasi dengan material asli (1:1), simulasi perakitan, penerapan langsung terhadap objek.
Hari kedua, peserta yang sudah dibagi menjadi 2 kelompok, melihat objek studi yang sudah jadi untuk memahami perilaku struktur dan metode konstruksi yang digunakan. Objeknya adalah rumah kumuh milik Bapak Romi berlokasi di TPA Sumompo. Sisi rumah yang akan diperbaiki adalah sisi depan dan samping kanan. Rumah dalam kondisi struktur tidak kuat (rapuh, goyang) dan miring. Seluruh material dinding adalah tripleks, tiang atau kolom dari batang pohon bulat dan berdiri di atas tanah (tidak tertanam), balok dari bambu. Konsep struktur yang diterapkan adalah semua struktur tersembunyi dari luar bangunan dan terekspos dari dalam bangunan. Hari kedua ditutup dengan merangkai sebuah konstruksi model (maket eksisting, modul sambungan eksisting).
Hari ketiga, masih lanjutan dari hari kedua, yaitu memahami maket eksisting untuk mengetahui pengembangan seperti apa yang dibutuhkan, dengan kata lain bahwa pengembangan yang dilakukan harus sesuai dengan kebutuhan, bukan untuk “mempercantik wajah” bangunan. Pengembangan diawali dengan coretan/gambar yang dilanjutkan dengan merangkai sebuah modul konstruksi pengembangan (berupa maket pengembangan dan modul-modul sambungan tambahan, di luar sambungan eksisting).
Hari keempat mulai melakukan pengumpulan material di alam, yaitu bambu dan batang pohon. Pemilihan bambu harus yang tua, dimana pemahaman peserta bahwa bambu yang tua dapat dilihat dari batangnya yang berbintik-bintik putih. Setelah pengumpulan bambu, dilanjutkan dengan pengumpulan batang pohon. Terdapat tradisi atau kepercayaan jika hendak memotong pohon yang akan digunakan sebagai konstruksi rumah, harus dilakukan saat air laut sedang surut atau disaat tidak ada bulan di langit pada pagi/siang/sore hari (sesuai tradisi kepercayaan memotong pohon untuk konstruksi rumah, yang dikaitkan dengan pengaruhnya terhadap rayap). Setalah tahap pengumpulan/pemotongan batang pohon, dilanjutkan dengan mengkupas kulit batang pohon yang kemudian direbus selama 2 jam (untuk menghilangkan bakteri di dalam batang pohon), angkat, tiriskan dan kode bagian bawah/atas agar tidak terbalik saat pengolahan selanjutnya. Hari kelima melakukan pengolahan struktur utama (batang pohon dan bambu), mulai dari ikatan struktur bagian atas, ikatan struktur bagian tengah dan ikatan struktur bagian bawah, dilanjutkan dengan simulasi perakitan (1:1). Hari keenam melakukan pengolahan tripleks (untuk badan/dinding bangunan) di studio.
Persiapan akhir yang dilakukan adalah sebagai berikut : mengganti material bambu dengan yang baru karena bambu yang dipilih sebelumnya pecah/menciut, dilanjutkan dengan diskusi tahap awal atau langkah pertama yang akan dilakukan saat eksekusi di hari kedelapan. Hari ketujuh ditutup dengan persiapan peralatan yang akan digunakan untuk eksekusi sekaligus pengiriman barang/material ke lokasi eksekusi.
Hari kedelapan (tahap eksekusi) diawali dengan menahan/menopang beberapa titik yang dianggap paling beresiko ketika dilakukannya pembongkaran / pencabutan material lama. Setelah ditahan/ditopan, masuk ke tahapan mencabut struktur lama/eksisting (tiang/kolom/balok beserta dinding tripleks). Saat eksekusi, terjadi pengolahan material kembali, untuk disesuaikan dengan kondisi nyata (diluar dari yang direncanakan) setelah itu dapat memasang struktur yang baru. Beberapa hal yang mengalami perubahan yaitu; tinggi bersih di dalam rumah dari rencana awal 2,1 m berubah menjadi 1,9 m (bagi kelompok 1), dan 1,9 m s/d 1,7 m (bagi kelompok 2); lebar rumah dari rencana awal 4 m (bagi kelompok 1), berubah menjadi 3,6 m; tiang tengah (bagi kelompok 1) diganti dengan batang pohon yang memiliki diameter terbesar karena akan menopang tiang kuda-kuda (atau disebut tiang raja – bahasa manado); ikatan bawah disesuaikan kembali dengan ketersediaan material dan perubahan kondisi struktur yang ada.
Hari kesembilan, peserta kembali ke lokasi rumah objek studi untuk mendokumentasikan kegagalan ataupun hal-hal yang berubah dari rencana awal dengan teknik gambar manual. Hari kesepuluh adalah pengecekan kembali seluruh data dari proses di hari pertama hingga hari kesepuluh.
Proses yang dilewati mulai dari melihat objek langsung (survei), pengembangan di studio dengan coretan maupun modul konstruksi, eksplorasi dengan material percobaan, eksplorasi dengan material asli (1:1) hingga tahap eksekusi, jika dilihat secara keseluruhan menghasilkan pengetahuan prinsip struktur dan metode konstruksi yang sangat luas. Terdapat beberapa penyesuaian kembali atau perubahan setiap kali melewati tahapan/proses yang berbeda, namun hal tersebut bukanlah sebuah kegagalan namun dipandang sebagai gabungan proses keseluruhan untuk mencapai hasil akhir dari pembelajaran tektonika.
Selain penyesuaian atau perubahan yang terlihat secara fisik/visual, terdapat tradisi atau kepercayaan dalam menjalankan proses ketukangan (budaya ketukangan) yang tidak dapat dilewatkan. Tradisi tersebutlah yang memperkuat workshop Tambal dari unit Manado menampilkan karakteristik yang berbeda, bukan dilihat dari tampilan fisik sebuah bangunan, namun dilihat dari proses ketukangan yang terjadi di dalamnya. Itulah metode dari unit Manado untuk mencapai pada pemahaman tentang tektonika, dimana tektonika yang dipahami tidak selalu terlihat dari hasil akhirnya saja, namun proses panjang yang melatar belakanginya, mulai dari budaya memilih, mengolah, hingga merakit, menjadi satu kesatuan pemahaman tentang tektonika.