Pesona rumah Gadang Minangkabau adalah wujud dari ketrampilan karya artisan setempat dalam merakit atau 'Merakik' struktur arsiteksur secara turun temurun.
'Tukang nan indak mambuang kayu
Nan bungkuak kasingka bajak
Nan luruih katangkai sapu
Nan satampak kapapan tuai
Nan ketek kapasak sanggue
(Madjo-Indo, 1999: 127)
Merupakan hal sederhana yang menjadi tema dalam kegitan Critical Context (selanjutnya-CC) Unit Padang, terkait dengan tema besar tektonik yang diusung tahun ini. Disadari bahwa kelokalan (arsitektur) menyimpan kekayaan tektonik yang sangat luar biasa. Oleh karena itu, -sesuai dengan tema tektonik- kami mencoba mengangkat salah satu lokalitas di ranah minang yang dalam bahasa lokalnya disebut dengan istilah marakik. Marakik -/me.ra.kit/ kata kerja/1. Membuat rakit; 2. Menyusun dan menggabungkan; 3. Mencari akal, merupakan sebuah istilah yang akan dicoba pahami selama proses studio berlangsung,
Sangat disadari, bahwa lokalitas selalu menyimpan sesuatu yang sangat luar biasa. Berbicara tentang arsitektur (Minangkabau khususnya), masih menyimpan ragam kearifan yang masih belum dalam untuk dipelajari. Oleh karena itu, melalui CC tahun ini akan dicoba untuk menggali satu diantara kearifan tersebut yang biasa disebut oleh masyarakat Minangkabau dengan istilah marakik.
Sesuai dengan tema tahun ini (tektonik), maka tema unit Padang pun mencoba untuk menggali hal yang senada dengan itu. Sebuah semangat yaitu mencoba untuk melihat arsitektur dari kesadaran material hingga kesadaran material sebagai wujud pembentuk arsitektur, walaupun tidak bisa dipungkiri bahwa ada satu lagi kekuatan dibaliknya yaitu bagaimana keterampilan manusia juga merupakan suatu faktor penting disana.
Melalui tema ini, walaupun sangat identik dengan rumah gadang yang merupakan bangunan tradisional di Minangkabau, tetapi poin pentingnya bukanlah akan membangun sebuah rumah Gadang kembali tetapi berusaha untuk menggali kekuatan arsitektur Minangkabau tersebut melalui nilai ketukangan, material hingga lingkupan yang tercipta. Hal lainya yaitu mencoba melihat lebih dekat arsitektur minangkabau untuk diambil suatu pembelajaran didalamnya.
Adapaun sasaran yang ingin dicapai dalam kegiatan CC melalui tema marakik ini adalah mahasiswa mampu menjawab pertanyaan terkait dengan bentuk (kontruksi) dari bangunan tradisional minangkabau, mengungkap pertanyaan mengapa hingga menuangkannya informasi tersebut kedalam kertas kerja (baik sketsa tangan hingga digitalnya).
Penuh dengan tanda tanya, seperti biasa merupakan frase yang selalu muncul dari mahasiswa peserta studio CC setiap tahunnya. Seperti halnya tahun ini -walaupun kami di Minangkabau-, tetapi terminologi marakik ini sepertinya menjadi hal yang baru, khususnya ketika kata ini terpilih sebagai tema unit Padang. Kita seakan diingatkan kembali bahwa istilah marakik walaupun hal yang dekat dengan kita ternyata kita belum sepenuhnya mampu memahaminya. Hal inilah yang akan diuraikan kedalam kegiatan studio yang diagendakan akan dilaksanakan lebih kurang 10 hari Lamanya.
Seperti biasa, merupakan agenda awal yang dilakukan ketika studio CC dilaksanakan. Masing-masing mahasiswa yang ikut akan diberikan sebuah tantangan sederhana terkait dengan mengapa mereka ingin untuk ikut dan kira-kira apa yang akan mereka peroleh nantinya ketika kegiatan ini sampai pada ujungnya. Melalui bootcamp ini para peserta juga diberikan pemahaman tentang standar dan kualitas gambar yang akan dihasilkan selama kegiatan ini. Untuk unit Padang sendiri, kegiatan bootcamp ini juga disertai dengan berjalan berkeliling kampus untuk melihat fenomena arsitektur (terkait dengan material), memilih setidaknya beberapa material yang tersedia di dalam kampus serta berusaha untuk menjelaskannya kembali di dalam studio melalui kacamata mereka masing-masing.
Setelah itu, mahasiswa diberikan brief yang disertai dengan pemahaman cepat dari brief yang sudah disiapkan tersebut. Hal inilah yang membuat kegiatan ini menjadi semakin menarik, khususnya dari peserta CC tahun ini. Masing-masing dipaksa untuk memberikan penjelasan terkait dengan tujuan dari brief unit Padang tahun ini. Keterbangunan pemahaman dari brief inilah nantinya yang akan menjadi modal mereka untuk mulai melaksanakan studio pada hari-hari berikutnya.
Hari pertama para peserta diajak untuk berkunjung ke Sumpu. Dirasakan sekali, memahami tentang tektonik kita tidak punya alternative lain lagi selain membawa mereka langsung ke tempat dimana salah satu produk arsitektur Minangkabau ini masih ada dan digunakan oleh masyarakatnya. Nagari Sumpu, merupakan lokasi yang terpilih untuk tim dalam melaksanakan eksplorasi tentang arsitektur Minangkabau serta berdasarkan informasi yang diperoleh ternyata di sana juga masih berlangsung proses pembangunan kantor kerapatan adat nagarinya yang juga menggunakan konstruksi arsitektur Minangkabau ini. Tiap peserta diberikan waktu lebih kurang 5 jam untuk merekam semua informasi yang mereka butuhkan terkait dengan pemahaman brief satuhari yang lalu. Disini mereka diharapkan untuk mulai melihat arsitektur Minangkabau secara lebih mikro, berdiskusi dengan tukang tuo yang pada saat itu sedang bekerja serta menggali semua informasi tentang kekhasan dari arsitektur Minangkabau tersebut.
Hari berikutnya, sekembali dari Sumpu setiap mahasiswa diminta untuk mulai menstrukurkan semua informasi yang berhasil mereka dapat selama di Sumpu. Masing-masing mulai mengekslorasi kembali logbook yang sudah mereka susun selama dilapangan, mulai mencari point-point mengapa Sumpu menjadi penting hingga membongkar bagian perbagian dari rumah gadang untuk dijelaskan kembali di dalam diskusi di studio.
Hari ke-tiga (3) ini, mahasiswa sudah mulai bercerita tentang material, kemampuan tukang serta arsitektur rumah gadang itu sendiri. Sangat menarik sekali ketika mereka sudah mulai berani untuk menjelaskan bagian perbagian rumah gadang terkait pemahaman yng sudah mereka susun dalam beberapa hari ini.
Hari ke-empat (4) ini, mahasiswa dibagi menjadi 2 kelompok untuk membuat volumetric dari masing-masing kasus yang sudah berhasil mereka tangkap dan diskusikan di hari sebelumnya. Sesuai dengan jadwal yang sudah disusun, bahwa hari ke 4 ini juga merupakan check point 1 mereka. Check point 1 ini hanya melibatkan 2 group mereka saja, jadi tiap group dipaksa untuk mengkritik dan memberikan masukan terkait dengan pemahaman dan volumetric yang telah berhasil mereka buat.
Hari ke-lima (5) hingga ke-sembilan (9) Bisa dikatakan sebagai hari-hari berat dalam kegiatan studio critical context, karena tiap group dipaksa untuk menggali sebuah pemahaman penting terkait dengan ide yang berhasil mereka tangkap selama bebarapa ini, untuk dituangkan kedalam konsep terkait dengan tema tektonik (marakik) ini. Hari-hari inilah akhirnya ke 2 tim menemukan istilah penting terkait dengan pembacaan mereka tentang tektonika di rumah gadang tersebut. 2 istilah yang berhasil mereka tangkap itu adalah ‘main’ dan ‘ikek’. Ke dua istilah ini yang coba mereka rangkai dalam sebuah konsep grafis dan maket studi hingga hari ke 9 pelaksanaan studio critical context tahun ini.
Hari 10 Portfolio Check / Presentasi internal atau hari terakhir dari pelakasanaan studio Padang yang diisi dengan presentasi internal dengan mengundang dosen dari program studi Arsitektur. Di portofolio check ini mereka diminta untuk menjelaskan kegiatan yang sudah mereka tempuh sejak hari pertama, hingga temuan yang berhasil mereka dapatkan. Sebuah diskusi yang sangat menarik ketika terjadinya tanya jawab dan jabaran iterasi pemikiran selama lebih kurang 10 hari mengikuti kegiatan studio critical context tahun ini.
Adapun kesimpulan dan beberapa catatan kegiatan. Pelaksanaan awal yang direncanakan tanggal 1 agustus, yang karena beberapa alasan akhirnya diundur menjadi tanggal 4 agustus, tetapi hal ini tidak menjadi halangan walaupun konsekuensinya tim harus berlebaran Idul Adha di padang. Berikut catatan dari kegiatan tahun ini diantaranya adalah:
Keterbatasan material dan system pengerjaan, sehubungan dengan tema tektonik dan objek yang kami coba lihat adalah rumah gadang yang hampir keseluruhannya menggunakan material kayu sehingga system pengerjaan dan kecocokan material menjadi penting. Oleh karena itu dirasakan akan lebih menarik apabila kegiatan studio critical context dilakukan di Sumpu, tempat rumah gadang dan proses kegiatan pembangunan sedang berlangsung.
Bagaimana mengontrol loncatan pemikiran di dalam proses studio. Hal ini terkait dengan pemikiran mahasiswa yang selalu berorientasi kepada produk akhir, akhirnya kita mencoba untuk memperlambat proses kegiatan mereka melalui pemahaman bahwa yang paling penting dari kegiatan studio ini adalah bagaimana mereka bisa mendokumentasikan tiap proses berpikir mereka melalui sketsa, digitalisasi hingga menuangkannya kedalam volumetric studies dan menjelaskan temuan ide mereka melalui diskusi dan presentasi.